PR LIBURAN SEKOLAH

Setelah beres solat ied, aku sekeluarga hendak berkunjung kerumah kakek. Kita berkunjung kesana dengan menggunakan motor ayahku, nomer plat motornya pun berwarna merah berbeda dengan motor lainnya. Aku pikir motor ini cukup keren karena memiliki tanki bensin yang besar, kata ayahku ini motor GL katanya begitu. Saat itu aku memaksa ingin duduk didepan, aku tidak ingin terjepit ditengah. Dibelakang ayahku ada aku, kakak perempuanku kemudian ibu. Duduk disini tidak rame, tidak bisa melihat jalan dengan jelas. Setengah jam sudah terlampaui, aku tanya ”ibuku apa sudah dekat?” Dan ibu bilang “masih jauh”. Sungguh jenuh duduk ditengah, aku hanya bisa ngayun-ngayunkan kedua kakiku. Pegal benar rasanya, sampai-sampai baru aku sadar sendal baru pemberian ayah hilang sebelah. Kemudian aku berteriak dengan spontan “ibu….!! Sendalnya jatuh” “jatuh dimana?. yah, kepinggir sebentar yah” jawabnya. Motor pun dipinggirkan. Ibuku turun dari motor sambil melihat kebelakang. “jatuhnya kapan” ayah bicara padaku “tidak tahu ayah…pokonya pas diliat sudah hilang” “ah, sudahlah. Kamu duduk didepan saja sini”ayahku mengedong, dan akhirnya aku duduk didepan. Sebenarnya aku sedih, tanpa megucapkan selamat tinggal pada sendal baruku. Tapi mau dibilang apa lagi. Ayahku tahu aku kecewa, karenanya aku dibolehkan duduk didepan. Entah kenapa aspal jalan kali ini seperti mencair, apa karena matahari yang sedang panas-panasnya atau kenapa, aku tidak berfikir banyak. Aku menikmati jalan yang panjang, terkadang naikturun. Aku sering menggambar seperti ini, jalan yang panjang yang lama kelamaan jadi mengecil disampingnya ada sawah dan diakhiri dengan dua gunung yang besar, matahari pun sedang berada diatas-atasnya. Setelah satu jam berlalu, kakiku mulai terasa kesemutan. “yah, pegel yah” “sudah tahan dulu, kamu kan laki-laki jangan ngeluh tidak baik” hmm…payah ah jawabku dalam hati. Tapi beberapa saat kemudian ibuku yang kesemutan. “yah, ibu kesemutan. Istirahat sebentar yah” pinta ibu pada ayah. “sudah dekat bu, biar istirahatnya lama lebih baik kita tunggu beberapa tikungan. Sebentar lagi kok” sahut ayah. Dan memang benar tidak jauh, dari ujung jalan sudah terlihat rumah kakek. Penantian kita berakhir sudah Dan rumah kakek sama seperti tahun tidak ada yang berubah.

Komentar