BENANG MERAH

Sungguh usang membuka kembali ruang diskusi, yang kian lama tak terobati. Pangkal dari kejenuhan yang harus ada akhirnya. Kemudian kembali berfikir dengan otak tak berisi. Aku menanti disini dibabak pertama Siang menjadi senja, dibawah pohon yang meruntuhkan daunnya satu persatu, ada yang jatuh kesungai lalu ikut mengalir bersama arus yang tak begitu deras. Kemudian aku lempar batu pipih kesungai, sehingga membuatnya menari diatas langkah air. Dan disetiap riak sungai itu aku tidak dapat mentafsirkan apa arti dari bahasa itu. Kamu menanti dibabak kedua Siang menjadi senja, dibalik jendela kamarmu air mengalir, denting hujan begitu shadu bagi kamu yang mencintai kepolosan. Dikaca jendela yang berembun kamu menulis ”kelinci kamu dimana” dan tanpa tanda tanya diakhir kalimat. Kita menanti dibabak yang belum pernah dituliskan. Mencari benang yang dapat mengikat kita, takdir.

Komentar